Cium Tangan Kiai, Sarung dan Gaya Hidup Sehat Ma'ruf Amin
Jakarta, Calon wakil presiden nomor urut 01 (75) berjalan pelan masuk ke Ballroom Hotel Grand Aceh, Banda Aceh, akhir bulan lalu. Sarung dan peci tetap melekat sebagai kostumnya. Ratusan undangan sudah lebih dulu duduk di dalam aula itu.
"Assalamualaikum," ucap dia, di depan pintu masuk utama.
Suaranya sudah tak begitu keras, namun masih sangat jelas didengar oleh ratusan undangan yang hadir
"Waalaikumsalam," sambut para undangan serempak.
Saat memasuki ruangan itu, tangan Ma'ruf diperebutkan oleh puluhan orang yang telah menunggu kedatangannya di depan pintu untuk dicium. Ia, yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia itu, pun berjalan santai menuju kursinya sambil meladeni permintaan sungkem tersebut.
Kala itu, Pengurus Wilayah Nahdhatul Ulama Provinsi Aceh menggelar acara silaturahmi dengan para kader Nahdhatul Ulama (NU) dan tokoh masyarakat Aceh.
Selain Ketua Umum MUI, Ma'ruf juga pernah menduduki jabatan tinggi di organisasi masyarakat keagamaan terbesar di Indonesia, PBNU, yakni Rais Aam.
Tak ayal, di setiap kunjungan Ma'ruf di berbagai tempat selalu didapati banyak orang yang ingin bersalaman sembari mencium tangannya.
Bahkan, anak kedua mendiang presiden keempat Abdurahman Wahid alias Gus Dur, Yenny Wahid, pun sempat mencium tangan Ma'ruf ketika hadir di kediaman Istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid, di Ciganjur, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Pesaing Ma'ruf di Pilpres, Sandiaga Uno, juga mengaku sangat menghormati kiai tersebut. Sandiaga bahkan mengaku mencium tangan Ma'ruf 4-5 kali setiap ketemu.
Sekretaris Jendral PBNU, Helmy Faishal Zaini mengatakan bahwa tradisi mencium tangan para ulama atau kiai adalah hal yang lumrah terjadi di Indonesia.
Menurutnya, itu bukan tanda kultus terhadap individu. Hal itu adalah tanda takzim atau menghormati kealiman dan keilmuan yang dimiliki para ulama atau kiai yang lebih senior.
"Iya itu kan sebagai bentuk para orang yang lebih muda menghormati yang tua, bentuk para santri menghormati para kiainya," kata Helmy saat dihubungu CNNIndonesia.com, Selasa (2/10).
Selain itu, hal yang mencolok dari Ma'ruf Amin adalah gaya berpakaiannya. Sosoknya sebagai ulama membuat Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu tak bisa lepas dari gaya 'sarungan' meski di acara resmi.
Dari bagian atas, suami dari Wury Estu Handayani itu suka mengenakan baju koko yang dipadu dengan jas dilengkapi dengan sorban melilit pundak.
Peci berwarna hitam pun tidak lupa tersemat menutupi rambutnya yang memutih itu.
Di bagian bawah, Ma'ruf selalu terlihat mengenakan sarung yang dibelit sabuk atau ikat pinggang. Untuk alas kaki, Ma'ruf kerap kali terlihat mengenakan sepatu berjenis slop.
Warga NU sendiri diketahui sebagai kaum 'sarungan' karena intensitas pemakaian sarung dalam berkegiatan sehari-harinya.
"Saya ingin berpakaian seperti ini terus, pakaian saya tetap pakai sarung," aku Ma'ruf.
Tak hanya itu, Ma'ruf pun berjanji akan mempertahankan gaya "sarungan"-nya itu jika terpilih sebagai wakil presiden dalam pemilihan presiden 2019.
Pria kelahiran banten ini mengaku sudah berkonsultasi soal gaya berbusananya itu ke Presiden Jokowi dan PDIP. Keduanya disebut tak keberatan dengan gaya tersebut.
"Saya tanya ke Jokowi, saya tanya 'kostum saya seperti apa?' Lalu Pak Jokowi bilang, 'Pak kiai ya seperti kiai, pakaiannya kiai'. Ya Alhamdulillah," tutur Ma'ruf, menirukan dialog dengan Jokowi.
Ma'ruf pun sempat bergurau akan menjadi satu-satunya pemimpin negara di dunia yang akan bersarung saat melaksanakan tugas negara.
"Jadi ini akan satu-satunya di dunia, mudah-mudahan tak ada peraturan yang melarang," kata Ma'ruf sambil tertawa.
Setelah kampanye Pemilu 2019 dibuka pada 24 September lalu, Ma'ruf 'tancap gas' berkeliling di beberapa wilayah untuk berkampanye.
Sejak 27 September hingga 1 Oktober, Ma'ruf sudah menyambangi setidaknya empat kota di Jawa Timur dan satu kota di Banten untuk berkampanye.
Jadwal selanjutnya, Ma'ruf menuju ke Purwakarta, Jawa Barat, dan Pandeglang, Banten, 3-4 Oktober.
Meski menjalani aktivitas kampanye yang padat di usia senja, Ma'ruf tampak masih bugar.
Pengurus Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) Nahdlatul Ulama Malik Mughni mengenal sosok Ma'ruf sebagai pribadi yang punya gaya hidup sehat.
Pola hidup sehat Ma'ruf itu diterapkan lewat olahraga rutin dan pilihan makanan sehat tiap harinya.
"Saya yang muda saja kalau habis perjalanan panjang mengikuti agenda Kiai Ma'ruf keluar kota harus bedrest satu sampai dua hari. Bahkan supir dan ajudannya harus bergantian menyusun jadwal untuk mengikuti agenda kiai yang super padat itu, tapi kiai masih tak kenal lelah " kata Malik.
Dalam kesehariannya, Ma'ruf disebut tetap menyempatkan diri untuk olahraga jalan kaki sehabis Salat Subuh. Dia diketahui sering berkeliling di sekitar kediamannya di Koja, Jakarta Utara, atau Pondok Pesantren An Nawawi Tanara yang ia pimpin, di Serang, Banten.
Selain olahraga, Ma'ruf pun memilih asupan makanan yang sehat. Ia diketahui telah menghindari gula dan makanan pedas sejak lama. Pada pagi hari, ia disebut rutin meminum madu hitam dan air hangat.
Saat kampanye Pilpres kali ini, berbagai 'ramuan' itu makin rutin dikonsumsi Ma'ruf agar staminanya tetap terjaga menjalani kampanye Pilpres hingga delapan bulan ke depan.
Sebelum Ma'ruf, tokoh kaum 'sarungan' yang mencuat ke pentas nasional adalah Abdurrahman Wahid alias Gusdur yang terpilih menjadi Presiden RI keempat.
Pengamat Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno mengatakan Ma'ruf memang mesti rutin melakukan kunjungan, terutama untuk merebut suara kaum santri.
"Politik 'pak kiai' adalah siapa yang paling sering datang dan bersilaturahmi," ujar dia.
Kubu Jokowi, lanjut Adi, juga perlu membangun jejaring tim sukses di level pesantren. Sebab, kiai cenderung tidak mau terlibat jauh dalam urusan dorongan memilih satu kandidat tertentu. Mereka lebih cenderung membebaskan para santrinya.
"Di tengah kiai, ulama, dan para santri yang cenderung enggan berpolitik perlu dibangun jejaring dan pendekatan tertentu yang harus dilakukan oleh Ma'aruf," ujar Adi.
Diketahui pula, survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, yang dilaksanakan pada 14-22 September, menyebut suara NU lebih condong ke pasangan Jokowi-Ma'ruf ketimbang ke Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Terutama, sejak ada dukungan Ijtimak Ulama II kepada Prabowo-Sandi. Yakni, 55,5 persen berbanding 26,1 persen.
Post a Comment