Header Ads

Belajar dari e-KTP, Kemenag Diminta Setop Program Kartu Nikah


Belajar dari e-KTP, Kemenag Diminta Setop Program Kartu Nikah
Kementerian Agama (Kemenag) diminta untuk menghentikan program kartu nikah karena rentan korupsi dan hanya pemborosan anggaran. Meski sudah masuk penganggaran, namun bukan berarti proyek tersebut tak bisa dibatalkan.
Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Sasongko mengatakan program ini tidak terlalu krusial dan malah tumpang tindih dengan program buku nikah dan KTP elektronik (e-KTP).

"Sebaiknya proyek kartu nikah elektronik ini dibatalkan saja. Sudah masuk anggaran bukan berarti tak bisa dibatalkan," ujar Dadang, Jumat (16/11).

Dadang menyoroti soal transparansi Kemenag mulai dari perencanaan program ini. Pasalnya Kemenag sudah melakukan kajian sejak 2017, tetapi baru mengumumkannya beberapa minggu sebelum kartu diterbitkan.

Menurutnya penghentian program adalah hal yang tepat. Pasalnya belajar dari kasus megakorupsi e-KTP karena kurangnya transparansi sejak awal perencanaan.

"Kalau belajar dari kasus e-KTP, korupsinya kan terintegrasi mulai dari perencanaan, penganggaran, dan pengadaannya. Di mana ada kontraktor dan politisi yang ikut mengendalikan semua proses dan tahapan itu," ucapnya.

Dihubungi terpisah, pengamat anggaran politik dan Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai kartu nikah yang diterbitkan Kemenag hanya pemborosan anggaran.

"Saya kira kartu nikah itu proyek akhir tahun yang dimunculkan ke hadapan publik agar ada proyek lagi di tahun depan, karena proyek ini telah dianggarkan di tahun 2018," ujar Uchok, Kamis (15/11).

Uchok menilai penganggaran ini hanya untuk 'mengecek ombak'. Jika publik merespons positif, maka akan dianggarkan kembali dengan jumlah yang lebih banyak.


Dia menyampaikan sebaiknya Kemenag berkoordinasi dengan Kemendagri agar anggaran lebih efisien, dan tidak terkesan hanya menghambur-hamburkan uang negara. 

"Ini Buku Nikah kan masih ada dan masih berlaku, terus Kartu Nikah ini untuk apalagi? Kalau mau bikin kartu, seharusnya di antara kementerian harus berkoordinasi agar bisa disatukan. Jadi satu kartu supaya anggaran ini bisa minim," tegas Uchok.

Ia juga mengimbau agar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menarik kembali kartu ini, dan BPK melakukan audit terhadap kartu yang terealisasi, yang rencananya akan diterbitkan akhir November ini.

"Supaya dilakukan audit oleh BPK tahun 2018 terhadap proyek yang telah terealisasi ini dan ditiadakan di dalam APBN 2019," tutur Uchok.


Sebelumnya, Kemenag menggelontorkan Rp680 juta untuk mencetak satu juta keping kartu nikah. Kartu itu bakal disebarkan ke 35 provinsi untuk lima ratus ribu pasangan yang baru akan menikah.

Kemenag mengatakan kartu ini sebagai pelengkap buku nikah dan mudah dibawa ke mana-mana.

Meski diterpa kritik DPR dan KPK, Kemenag bersikukuh menjalankan program ini dengan dalih permintaan masyarakat dan asas kemanfaatan.

"Ya saya kira sudah disetujui DPR ini, kita jalan. Karena kami kira tidak ada hal-hal [krusial], soal transparansi pengadaan silakan [dikawal], sudah berjalan dengan baik," ujar Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag, Mohsen saat di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Kamis (15/11).

Tidak ada komentar